Pada 1809 - 1814, Imam Bonjol dewasa mulai mempelajari agama Islam kepada Syekh Ibrahim. Selanjutnya, pada 1818 dia memperdalam ilmu Tarekat Naqsyabandiyah di Bonjol. Dia juga tertarik mempelajari budi bahasa yang luhur, etika dan kearifan.
Sejarah Perjuangan Tuanku Imam Bonjol Era Perang Padri
Sosok dari Tuanku Imam Bonjol yang dikenal sebagai ulama, tokoh dan pejuang yang mempertahankan Tanah air ketika Perang Padri terjadi bersama dengan para kaum padri.
Kaum Padri merupakan sebutan yang diberikan pada sekelompok masyarakat yang menjadi pendukung utama penegakan syiar agama dalam tatanan masyarakat di tanah Minangkabau terutama pada masa Perang Padri 1803-1838.
Konflik yang terjadi antara Kaum Padri dengan Kaum Adat dalam penerapan agama Islam di bumi Minang, sempat menimbulkan perpecahan. Kondisi ini terjadi begitu serius di tengah pembahasan mengenai ritual adat yang tidak sesuai dengan syariat agama Islam.
Pada 1803, Haji Miskin, Haji Sumanik dan Haji Piobangunin mencoba untuk memperbaiki syariat agama Islam yang belum sempurna yang harus dijalankan masyarakat Minangkabau.
Konflik tersebut membawa penyerangan pagaruyung oleh Tuanku Pasaman pada tahun 1815, dengan pecahnya pertempuran di Koto Tangah dekat Batu Sangkar.
Kekuatan Kaum Padri membuat para Kaum Adat bersekutu dengan Belanda. Lalu, pada 1821, Pemerintah kolonial Belanda yang bernama James Du Puy melakukan perjanjian dengan kaum Adat. Dari perjanjian tersebut, Belanda berhasil menduduki sejumlah daerah. Akibatnya dari tindakan kaum Adat dan Belanda, Terjadilah Perang Padri.
Gubernur Jenderal Johannes Van Den Bosch, kemudian mereka membuat taktik untuk mengadakan perjanjian masang dengan Tuanku Imam Bonjol untuk berdamai pada 1824. Namun,
memasuki 1825, Belanda kembali mengajukan perjanjian damai.
Perjanjian itu tentang Belanda mengakui kekuasaan-kekuasaan tuanku-tuanku di Lintau, IV Koto, Telawas dan Agam. Sayangnya, perjanjian itu membuat kecewa para kaum Adat.
Editor : Kurnia Illahi
Artikel Terkait