Kontribusinya di bidang pendidikan tak hanya diakui di Indonesia, tetapi juga di dunia internasional. Pada 1955, Imam Besar Al-Azhar Mesir, Abdurrahman Taj, berkunjung ke Diniyah Putri dan terinspirasi oleh model pendidikannya.
Dua tahun kemudian, Rahmah menerima gelar kehormatan “Syekhah” dari Universitas Al-Azhar, gelar yang belum pernah diberikan kepada perempuan non-Mesir sebelumnya. Pengakuan ini juga menjadi dasar pendirian Kulliyatul Banat, fakultas khusus perempuan di Al-Azhar.
Pemerintah Indonesia sebelumnya telah menganugerahkan Rahmah Bintang Mahaputra Adiprana secara anumerta pada 13 Agustus 2013. Kini, penetapan sebagai Pahlawan Nasional 2025 menjadi puncak penghargaan atas perjuangannya di bidang pendidikan, kemerdekaan, dan pemberdayaan perempuan.
Usulan pengangkatannya telah diperjuangkan sejak 2023 oleh Pemerintah Kota Padang Panjang bersama Kowani (Kongres Wanita Indonesia) dan Kementerian Agama. Prosesnya melibatkan Tim Peneliti Pengkajian dan Pengembangan Gelar Pahlawan Nasional (TP2GP) Kemensos dengan dukungan kuat dari masyarakat Minangkabau.
Rahmah sering dijuluki “Kartini-nya Minangkabau” karena perjuangannya menegakkan hak perempuan melalui pendidikan berbasis agama. Dia wafat pada 26 Februari 1969, namun semangat dan visinya terus hidup dalam dunia pendidikan Islam Indonesia.
Editor : Donald Karouw
Artikel Terkait