Tari Piring Asal Sumatera Barat, Sejarah dan Makna
JAKARTA, iNews.id - Tari Piring Asal Sumatera Barat merupakan warisan budaya tak benda yang menarik untuk kita ketahui. Tari piring atau dalam bahasa Minang disebut tari piriang merupakan tarian tradisional Minangkabau yang menampilkan atraksi menggunakan piring.
Para penari mengayunkan piring di tangan mengikuti gerakan-gerakan cepat yang teratur, tanpa ada satupun piring terlepas dari tangan. Gerakannya diambil dari langkah dalam silat Minangkabau atau silek.
Tari ini dipopulerkan oleh Huriah Adam. Saat ini, tari piring dipertunjukkan untuk penyambutan tamu terhormat atau pembukaan upacara adat. Bersama dengan tari saman, pendet, dan jaipong, tari ini menjadi tarian yang populer di Indonesia yang seringkali ditampilkan di ajang promosi pariwisata dan kebudayaan Indonesia.
Secara tradisional, Tari Piring berasal dari Solok, Sumatera Barat. Konon, Tari Piring sudah dikenal masyarakat Minangkabau sejak abad ke-12. Berdasarkan legenda, tari ini pada awalnya merupakan ritual ucapan rasa syukur masyarakat setempat kepada dewa-dewa setelah mendapatkan hasil panen yang melimpah ruah.
Ritual dilakukan dengan membawa sesaji dalam bentuk makanan yang diletakkan di dalam piring sembari melangkah dengan gerakan yang dinamis. Orang-orang yang membawa piring itu umumnya perempuan.
Setelah masuknya agama Islam ke Minangkabau, tari piring tidak lagi digunakan sebagai ritual ucapan rasa syukur kepada dewa-dewa. Akan tetapi, tari tersebut digunakan sebagai sarana hiburan bagi masyarakat banyak yang ditampilkan pada acara-acara keramaian.
Tari Piring biasanya dibawakan oleh perempuan cantik yang berpakaian serba indah. Mereka berjalan dengan lemah lembut dan penuh kesopanan.
Para perempuan itu membawa piring yang berisi makanan hasil panen, dengan maksud dipersembahkan kepada dewa-dewa sebelum ajaran Islam masuk. Bagi masyarakat Minangkabau, Tari Piring melambangkan kerja sama warga ketika berada di sawah.

Gerakan demi gerakan yang ada dalam Tari Piring sebenarnya meniru cara petani bercocok tanam hingga menuai hasil panen yang berlimpah.
Para penari akan mengayunkan gerak langkah serta menunjukkan kebolehan mereka memainkan piring yang ada di tangan. Terkadang, piring-piring yang mereka bawa itu dilempar ke udara, menghempaskannya ke tanah, lalu diinjak dengan kaki telanjang.
Editor: Nur Ichsan Yuniarto