Batagak Panghulu di Sumatera Barat, Upacara Adat Minangkabau untuk Resmikan Penghulu
PADANG, iNews.id - Batagak Panghulu di Sumatera Barat (Sumbar) menjadi bentuk tradisi upacara adat ritual Minangkabau. Tradisi ini bahkan masih diturunkan hingga saat ini.
Batagak pangulu merupakan upacara adat Minangkabau dalam rangka meresmikan seseorang menjadi penghulu. Diketahui jika dalam hal ini pengangkatan atau peresmian penghulu tidak dapat dilakukan oleh keluarga yang bersangkutan saja.
Peresmian haruslah berpedoman kepada petitih adat maangkek rajo, sakato alam, maangkek penghulu sakato kaum. Tata tertib meresmikan penghulu dimulai dari rapat atau mufakat kaum, kemudian dibawa kehalaman yang artinya dibawa masalahnya ke dalam kampung lalu diangkat ke tingkat suku dan akhirnya di bawa dalam Kerapatan Adat Nagari (KAN). Yang berhak memasangkan deta panghulu (tutup kepala kebesaran penghulu) yang baru diangkat dialah pucuk adat.
Dalam sebuah penelitian mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU), batagak pangulu dikelompokkan atas acara adat, seremonial dan hiburan.
Terdapat perbedaan perlakuan aturan adat dan pemimpin adat terhadap penghulu yang belum dikukuhkan. Makna batagak pangulu bagi masyarakat Minangkabau adalah mengukuhkan atau melegitimasi keberadaan penghulu di Minangkabau serta mengukuhkan sako (gelar) diwariskan kepada kemenakan.
Sedangkan fungsinya yakni sebagai alat pengesahan pranata dan lembaga adat Minangkabau, sebagai pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat selalu dipatuhi anggota kaum.
View this post on Instagram
Fungsi selanjutnya yakni sebagai sistem proyeksi dan pencerminan angan-angan suatu kelompok masyarakat Minangkabau. Kemudian sebagai alat pendidikan anak, dan sebagai suatu kebanggaan di masyarakat.
Nilai dan norma yang terdapat dalam tradisi batagak pangulu juga menyimpan logika, etika, dan estetika sedangkan norma yang terdapat adalah norma agama, kesopanan, kesusilaan, kebiasaan dan hukum adat.
Sementara, kearifan lokal yang ditemukan dalam tradisi batagak pangulu gotong royong, musyawarah dan mufakat, kerukunan dan penyelesaian konflik, kebenaran dan keadilan, kesopansantunan, komitmen, keharmonisan, pengelolaan gender, dan kesetiakawanan sosial.
Editor: Nani Suherni