Masjid Tuo Ampang Gadang, Bangunan Bersejarah di Sumbar Berusia 2 Abad Mulai Rusak
LIMAPULUH KOTA, iNews.id - Masjid Tuo Ampang Gadang Nagari Tujuah Koto Talago, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat (Sumbar) kondisinya memprihatinkan. Bangunan berusia dua abad itu rusak berat.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatra Barat, Supardi melihat langsung kondisi masjid tertua Ampang Gadang Nagari Tujuah Koto. Dia pun menceritakan sejarah masjid tersebut.
“Masjid Tuo Ampang Gadang ini merupakan masjid tertua yang berdiri mulai dibangun pada tahun 1822 sudah berusia 2 abad. Menurut laporan masyarakat masjid ini hingga tahun 2016 masih dapat dipergunakan dalam kegiatan pendidikan keagamaan, belajar baca Alquran dan tempat peribadatan shalat berjamaah serta juga acara-acara pernikahan," ujar Supardi, Kamis (12/10/2023).
Supardi, Masjid Tuo Ampang Gadang ini merupakan aset budaya bukti sejarah perkembangan Islam di Sumbar melalui jalur timur pada abad ke-7 Masehi. Namun perkembanganya semakin pesat di abad ke-13.
"Perkembangan agama Islam melalui jalur timur semakin pesat pada abad ke-13 Masehi, ketika kerajaan Islam Samudra Pasai muncul sebagai kekuatan baru dalam wilayah perdagangan Selat Malaka. Samudra Pasai bahkan telah menguasai sebagian wilayah penghasil lada dan emas di Minangkabau Timur, terutama di kabupaten Limapuluh Kota dan sekitarnya,” katanya.

Keberadaan Masjid Tuo Ampang Gadang sebagai salah satu masjid yang cukup besar di zamannya ini tentunya akan ada daya tarik banyak orang untuk menelusuri sejarah perkembangan Islam di Sumatera Barat.
"Kita bersama mesti berupaya untuk melestarikan keberadaan masjid Tuo Ampang Gadang ini sebaik mungkin, sehingga masyarakat dapat kembali memanfaatkan kegiatan keagamaan," ujarnya.
Walinagari Tujuah Koto, Yon Hendri, mengatakan pihaknya telah menyampaikan surat permohonan kepada bupati untuk menurunkan tim penelitian cagar budaya. Harapannya agar bupati menerbitkan Surat Keputusan (SK) Penetapan Masjid Tuo Ampang Gadang sebagai Cagar Budaya Kabupaten Limapuluh Kota.
"Kita telah bersurat kepada Pak Bupati sudah satu bulan yang lalu, namun hingga saat ini belum ada jawaban maupun tindakan konkrit akan terbitnya SK Bupati tersebut. Padahal Masjid Ampang Gadang tercatat sebagai cagar budaya di Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Sumbar dengan nomor inventaris 63/BCB-TB/A/10/2009,” ujarnya.
Kata Yon, kalau sudah ada SK bupati akan penetapan Masjid Tuo Ampang Gadang sebagai cagar budaya, tentunya akan memudahkan berbagai pihak, baik provinsi maupun Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah III Provinsi Sumatera Barat Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi untuk membantu melakukan pembangunan renovasi sebagai situs cagar budaya yang bersejarah sebagaimana mestinya.
Remizal Datuak Parpatiah tokoh masyarakat, pemilik masjid Tuo Ampang Gadang menuturkan masjid tersebut awalnya dibangun tahun 1834 M dan selesainya tahun 1837 M.
“Tahun 1834 M sudah ada aktivitas keagamaan Islam namun bangunan masjid masih bersifat sederhana,” ucap Remizal Datuak Parpatiah dari kaum chaniago Ampang Gadang Tujuah Koto Talago, Kamis (12/10/2023).

Katanya Masjid Tuo Ampang Gadang ini juga bagian dari perjalanan perjuangan perang Padri Tuanku Imam Bonjol yang berlangsung pada 1803-1838. Perang melawan kolonialisme Hindia Belanda yang memantik kesadaran berbangsa kaum adat dan kaum padri.
Datuak Parpatiah memperkirakan Masjid Tuo Ampang Gadang ini juga basis kekuatan perlawanan kaum Padri terhadap kolonial Hindia Belanda selain juga pengembangan Islam di Sumatera Barat bagian timur Kabupaten Lima Puluh Kota.
"Masjid Tuo Ampang Gadang merupakan salah bukti, jejak-jejak dari perjuangan Tuanku Imam Bonjol, dimana di masjid tuo tempat berkumpul orang-orang shalih yang taat menjalankan agama Islam," ucapnya.
Dengan kondisi saat ini dia merasa prihatin kondisi Masjid Tuo Ampang Gadang ini saat ini sungguh telah rusak berat dan butuh perhatian semua pihak untuk melestarikannya.
"Masjid Tuo Ampang Gadang sebagai salah satu saksi sejarah perkembangan Islam di Minangkabau, yang juga salah satu titik riwayat perjuangan perlawanan masyarakat Sumbar melawan kolonial Hindia Belanda di masa Perang Padri, ini perlu dilestarikan untuk diketahui oleh generasi ke generasi masa datang," ujarnya
Diketahui Masjid Tuo Ampang Gadang ini memiliki luas bangunan 13,6 meter (m) x 13,6 m dengan luas lahan 25 m x 12 m. Pada sisi Barat terdapat sebuah ruang mihrab berdenah persegi panjang berukuran 1,5 x 4 m. Bangunan utama juga dilengkapi beberapa buah jendela yang tersebar pada keempat sisi dinding masjid dengan kusen setinggi 1,75 m dan selebar 1 m. Bangunan masjid sebenarnya terbagi atas serambi dan ruang utama. Serambi masjid berada di sebelah timur atau bagian depan bangunan utama. Bangunan utama langsung bersambung dengan bangunan serambi.
Lantai dan dinding serambi terbuat dari beton. Pada sisi kiri dan kanan serambi, denah nya menjorok keluar berbentuk segi delapan dengan kubah di atasnya. Serambi dan ruang utama dihubungkan oleh dua pintu di sebelah timur. Ruang utama memiliki 10 buah jendela, yakni masing-masing lima berada di sebelah utara dan selatan.
Dinding ruang utama yang terbuat dari kayu ini memiliki hiasan kaligrafi. Di sisi barat ruang utama, berdiri mihrab yang menjorok keluar. Mihrab memiliki dua buah jendela di sisi utara dan selatan. Mihrab dihiasi dua buah lengkung dengan satu tiang di bagian tengahnya. Di bagian atas mihrab juga terdapat hiasan berupa kaligrafi.

Ruang utama terbuat dari kayu, termasuk lantai ruang utama. Kondisi lantai sudah keropos dan rapuh. Hanya lantai dekat mihrab, yakni lantai sebelah barat, yang masih dapat digunakan untuk sholat. Di dalam ruang utama, berdiri 18 tiang dan satu tonggak macu di tengah ruangan. Secara keseluruhan, bangunan utama terbuat dari bahan kayu, mulai dari dinding, lantai, tiang, eternity, kecuali atap yang terbuat dari seng.
Perubahan atap dari ijuk ke seng dilakukan pada tahun 1322 H (1901 M), sesuai dengan inskripsi yang tercantum dalam atap. Ruangan dalam semuanya dilapisi dengan cat dan dihiasi dengan lukisan kaligrafi ayat-ayat Al-Qur’an, Asmaul Husna, pemberian cat dan kaligrafi ini dibuat pada tahun 1960-an. Ruangan dalam masjid disangga oleh satu buah tiang utama dan 12 buah tiang pendamping.
Tiang utama berbentuk segi delapan (octagonal) setinggi 4 m dengan lebar masing-masing sisi 30 cm atau berukuran keliling 2,4 m. Mihrab dihiasi dengan lengkung sebanyak dua buah, sementara mimbar yang biasa berada di dalam mihrab sudah tidak ada lagi, kemungkinan sudah rusak.
Editor: Nani Suherni