JAKARTA, iNews.id - Insan pers Indonesia diselimuti duka. Ketua Dewan Pers Prof Azyumardi Azra tutup usia.
Pria kelahiran di Lubuk Alung, Sumatera Barat, 4 Maret 1955, silam itu menghembuskan napas terakhir pada Minggu (18/9/2022).
Innalillahi, Ketua Dewan Pers Prof Azyumardi Azra Tutup Usia
Sebelum tutup usia, Ketua Dewan Pers Prof Azyumardi Azra menjalani perawatan di rumah sakit, Malaysia.
Dilansir dari laman uinbanten.ac.id, nama Azyumardi Azra cukup puitis berarti "Permata Hijau". Dalam keluarga, Azyumardi biasa dipanggil Edy atau Mardi. Almarhum merupakan anak ketiga dari enam bersaudara.
Profil Prof Azyumardi Azra Ketua Dewan Pers Wafat di Malaysia, Cendekiawan yang Lama Berkiprah di Dunia Pendidikan
Azyumardi merupakan putera dari pasangan Azikar dan Ramlah. Ayahnya berprofesi sebagai tukang kayu dan pedagang kopra sementara ibunya merupakan guru agama.
Azyumardi mempunyai dua kakak perempuan bernama Ra’azni dan Azriati. Azyumardi juga punya dua adik pria dan satu adik perempuan.
Ketua Dewan Pers Azyumardi Azra Dirawat di RS Malaysia, Ini Kondisi Terkini
Ketua Dewan Pers periode 2022 - 2025 itu dibesarkan oleh orang tua yang sadar pentingnya pendidikan. Meski kondisi keluarganya sulit, ayahnya ingin anak-anaknya bisa sekolah.
Perkenalan Azyumardi dengan dunia pendidikan berawal dari kata-kata yang terpampang di badan bus dan di belakang truk. Dia belajar membaca dari judul-judul berita pada robekan kertas koran bekas dan majalah bungkusan.
Ketua Dewan Pers Azyumardi Dirawat di Rumah Sakit Malaysia
Ayahnya pun setia menemaninya saat dia baru belajar mengeja kata di badan bus yang setiap hari melintas di depan rumahnya.
Pendidikan Azyumardi dimulai pada Tahun 1963. Saat itu dia masuk sekolah dasar yang berada dekat dengan rumahnya. Sekolah tersebut bernama SD Negeri 01 Lubuk Alung.
Di masa SD ini, Azyumardi memulai kecintaannya pada buku. Azyumardi kerap meminjam buku di perpustakaan sekolah dan membawanya pulang ke rumah. Buku kesukaan Azyumardi antara lain; Salah Asuhan karya Abdoel Moeis, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk, karya Hamka.
Dan juga buku cerita klasik seperti Sekali Tepuk Tujuh Nyawa, Musang Berjanggut, dan karya-karya Taguan Marjo.
Meski sebenarnya buku-buku tersebut bukan ditujukan buat anak-anak. Cerita di dalamnya yang membuat munculnya kesadaran sosial dalam diri Azyumardi.
Tahun 1969 dia melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) Padang. Di sekolah menengah ini, bakat Azyumardi sebagai seorang pelajar yang cukup cerdas sudah terlihat, terutama di bidang pelajaran Matematika.
Di luar sekolah, dalam bidang sosial keagamaan, Azyumardi banyak bersentuhan dengan nilai-nilai Islam modernis, kendati ia juga merasa dekat dengan tradisi Islam tradisional.
Kemudian pada tahun 1975 Azyumardi berhasil menyelesaikan pendidikan sekolah menengahnya. Setelah lulus dari PGAN, ayahnya menghendaki Azyumardi agar kuliah di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Padang. Namun, Azyumardi tidak berminat. Azyumadi menginginkan kuliah di Ilmu keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP), atau belajar Sejarah di Universitas Andalas, Padang.
Namun orangtuanya tetap menginginkan Azyumardi agar kuliah di Perguruan Tinggi Agama Islam itu. Akhirnya, Azyumardi menentukan sikapnya yaitu kuliah di IAIN yang ada di Jakarta.
Azyumardi diizinkan oleh kedua orangtuanya untuk melanjutkan kuliah di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Semasa
kuliah, Azyumardi dikenal sebagai aktivis di organisasi intra maupun ekstra di kampus. Azyumardi menjabat sebagai ketua senat Mahasiswa Fakultas Tarbiyah.
Azyumardi juga menjadi ketua umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) tahun 1981-1982 cabang Ciputat. Azyumardi pernah mengorganisasi kawan-kawan mahasiswa untuk melakukan demo terhadap pemerintahan Soeharto dalam sidang umum MPR tahun 1978.
Hingga pada tahun 1982, Azyumardi berhasil menyelesaikan kuliahnya. Pada tahun 1986 Azyumardi memperoleh beasiswa S2 Fullbright di Universitas Colombia, New York, Amerika Serikat dengan konsentrasi Sejarah.
Dua tahun kemudian, dia menyelesaikan program MA nya pada Departemen Bahasa-Bahasa dan Kebudayaan Timur Tengah (1988). Selanjutnya pada tahun 1989 Azyumardi memperoleh gelar MA nya yang kedua di Universitas yang sama dalam bidang Sejarah melalui program Colombia University President Fellowship.
Ditambah gelar M.phill pada tahun 1999 dalam bidang Sejarah. Akhirnya dari Jurusan Sejarah ini pula, Azyumardi memperoleh gelar Ph.D nya. Selanjutnya Azyumardi juga mengikuti program post doctoral di Universitas Oxford selama satu tahun (1995-1996).
Usai menimba ilmu di Amerika Serikat, Azyumardi kembali ke Tanah Air. Dia lalu mendirikan jurnal studi Islam bernama Studia Islamika pada 1993, sekaligus menjadi pemimpin redaksinya.
Pada 1994-1995, dia mengunjungi Southeast Asian Studies di Oxford Centre for Islamic Studies, Oxford University, Inggris, sambil mengajar sebagai dosen di St. Anthony College.
Kemudian pada 1997, dia pernah menjadi profesor tamu pada Universitas Filipina dan Universitas Malaya, Malaysia. Sebelum menempati posisi Rektor UIN Syarif Hidayatullah, Azyumardi Azra menapaki kariernya di kampus tersebut sebagai dosen Fakultas Adab dan Fakultas Tarbiyah pada 1992, lalu menjadi Guru Besar Sejarah Fakultas Adab dan Pembantu Rektor I pada 1998.
Dia pernah pula menjadi Professor Fellow di Universitas Melbourne, Australia (2004-2009), sebagai orang Asia Tenggara pertama yang didapuk posisi tersebut. Selain itu, ia juga menjadi anggota Dewan Penyantun (Board of Trustees) International Islamic University Islamabad Pakistan (2004-2009).
Editor: Nur Ichsan Yuniarto