Cerita Rakyat Malin Kundang, Legenda Fenomenal dari Sumatera Barat
Malin tak memperdulikan omongan ibunya. Ketika ibunya bersujud dan memeluk kaki Malin, dia langsung menendang sang ibu dan berkata.
Kemudian , Mande Rubayah yang sakit hati akan omongan anaknya tersebut langsung jatuh pingsan. Dan setelah sadar, dia terbangun dan memandangi sekitar bahwa sudah tidak ada siapa-siapa dan kapal besar itu pun sudah tidak ada di dermaga.
Dia terdiam dan meratapi kepergian anaknya yang durhaka, langsung menangis sejadinya-jadinya. Mande Rubayah tak menyangka bahwa anaknya akan memperlakukan dirinya dengan amat kasar dan mengiris-iris hatinya.
Kemudian, ia menengadahkan tangan ke atas dia berucap dan meminta suatu kepada Tuhan. Dia meminta keadilan kepada Tuhan.
"Jika memang benar dia anakku, Malin Kundang. Tolong berikanlah keadilan pada hamba. Kutuklah dia menjadi batu," doa Mande Rubayah disertai tangis.
Seketika awan pun menjadi gelap. Hujan turun dengan lebat dan badai pun menghantam kapal milik Malin Kundang, dan istrinya.
Kemudian, kapal itu terhantam oleh ombak yang sangat dahsyat. Kapal yang ditumpangi Malin Kundang hancur. Puing-puing kapal pun terbawa hingga ke pantai, termasuk jasad dari Malin Kundang.
Kemudian tubuh Malin Kundang pun berubah menjadi kaku. Dan perlahan-lahan berubah menjadi batu, karena ia telah dikutuk oleh ibunya sendiri akibat durhaka terhadap surganya.
Itulah cerita rakyat Malin Kundang, cerita rakyat dari wilayah Sumatera Barat. Pesan moral yang bisa diambil yakni jangan sekali-kali kamu menyakiti dan mendurhakai orang tuamu, terutama ibumu. Dan jaga serta sayangi mereka selagi masih ada, dan jangan lupakan jasa dan kebaikan mereka selama ini.
Editor: Nur Ichsan Yuniarto