Cerita Warga saat Gempa Guncang Mentawai: Lari ke Bukit
Siang ini, kata dia, sebagian warga sudah kembali ke rumah tapi masih ada yang tinggal.
Mereka, sambungnya, yang pulang ke rumah itu untuk memasak makanan kemudian makanannya dibawa ke pengungsian. Lalu ada juga yang makan di rumah kemudian kembali ke pengungsian, selain itu mereka ke rumah melepaskan ternak.
“Masyarakat masih trauma gempa ini, apalagi pada hari Minggu sebelumnya gempa sempat mengguncang daerah kami, ditambah lagi ini lebih kuat lagi,” ujarnya.
Dengan padatnya masyarakat, dirinya pun berharap pemerintah setempat untuk membangun kapasitas pengungsian yang lebih besar lagi di atas bukit ini.
“Sekarang aja pengungsi bersesak-sesak, ada yang berdiri, duduk dan tidur karena masyarakat lelah setelah berlarian. Untuk ke lokasi ini harus naik tangga dari semen itu pun cukup tinggi,” katanya.
Saat terjadi gempa, kata dia, penerangan di Betaet juga padam, menambah kondisi masyarakat gelap-gelapan, serta tidak bisa melakukan komunikasi lewat fasilitas internet yang disiapkan pemerintah di puskesmas, desa dan sekolah.
“Sehingga kita kesulitan membagikan informasi, ini saja saya harus ke pantai untuk bisa mendapatkan sinyal memberi kabar kepada saudara kami. Sementara di Simalegi Utara dan Barat tidak bisa dihubungi di sana, akibat jaringan yang rusak,” ungkapnya.
Dia menyebut, di lokasi pengungsian yang ia tempati tidak ada korban jiwa, serta kerusakan bangunan termasuk fasilitas sekolah.
“Karena kita tinggal dekat sekolah, tidak nampak kerusakan bangunan. Serta tidak korban jiwa di lokasi pengungsian kita tapi kita tidak tahu di tempat lain,” katanya.
Editor: Candra Setia Budi